PARANGTRITIS BEACH
Daerah Istimewa Yogyakarta, 5 Desember 2017
"Aku sebuah lautan luas, yang dikawal oleh prajurit-prajurit nyiur kelapa serta pesisir yang memesona. Sebuah tebing tinggi mempercantik auraku. Ditambah lagi dengan awan biru cerah bergradasi abu, yang membuat mata siapa saja terbuai karenanya. Hai, pernahkah kau melihat keindahan yang melebihi ciptaan-Nya?"
Bus pariwisata yang kami naiki berhenti di sebuah tempat parkir pantai. Dengan antusias, kami segera turun dari bis. Suara gelombang air laut sudah memanggil-manggil sedari tadi, seakan mengajak untuk menari-nari. Ciprat!"Hei, kau! Jangan buat bajuku basah!" Sambil membersihkan sedikit pasir yang ada di lenganku, kukejar teman yang tengah berlari menghindariku. "Hahaha. Percuma saja ke pantai kalau tak mau basah!"
Bocah ini, semakin membuatku geram saja. "Hei, kalau berani ayo ke tengah sana!" tantangku. "Wah, siapa takut!" jawabnya sembari berlari.
Setelah beberapa menit, kuambil layar tipisku. Mulai kuambil potret indahnya Parang Tritis. Kulirik sekilas teman-temanku, sebagian masih asyik bergaya dengan DSLR-nya, sebagian lagi berselfie ria dengan layar tipisnya.
Kupandangi lautan, ombak menggelombang perlahan. Kunikmati alunannya. Syahdu. Kuresapi dalam-dalam oksigen segar yang ada. "Hei!" Seseorang menepuk pundakku. "Ayo kita foto!" Ajaknya. Aku mengiyakan. Seperti sebuah ritual khusus yang selalu bahkan tak pernah kami lupakan ketika ada event, "SELFIE."